Negeri Astinapura : Gumaman Di Padepokan


Syahdan, Pemimpin padepokan sedang bersenang hati. Kelemahan Adipati sang lawan telah diketahui. Tinggal jurus pamungkas sedang diuji. Untuk menjajal sang adipati.

“Daulat, tuanku. Kelemahan Adipati sudah diketahui. Tinggal mantra dan jurus disiapkan, tuanku. Hamba yakin, kemenangan akan kita raih”, kata sang murid padepokan mengabarkan kabar gembira.

“Apa gerangan, sang pendekar. Bukankah hampir semua jurus yang kita kuasai, bisa dipatahkan lawan”, kata sang pemimpin padepokan heran.

“Daulat, tuanku. Negeri adipati juga diserang serangan Dewa Air. Negeri kemudian penuh dengan air. Para punggawa kerajaan tidak mampu menangkis serangan, tuanku”, kata Sang pendekar gembira.

“Bukankah negeri yang Ratunya dipuja akan kehilangan makna. Mengapa Negeri yang dipuja-puja ternyata tidak mampu menangkis serangan dari Dewa Air, tuanku”, katanya gembira. Wajah berseri-seri kegirangan.

“Oya, Negeri yang dipuja-puji ternyata tidak mempunyai punggawa untuk menangkis serangan ?”, kata sang pemimpin padepokan. Hatinya senang tiada terkira.
Terbayang bagaimana rakyat negeri Alengka akan menerima takdir. Mereka yang sebelumnya mengalahkan kesaktian para pendekar ternyata tidak mampu menangkis serangan dari negeri Air.

“Semoga rakyat Negeri Alengka menjadi sadar. Mengakui kesaktian para pendekar dari padepokannya”, batin sang pemimpin padepokan tersenyum. Sembari mengisap pinang. Pemberian dari negeri tetangga.

Tiba-tiba masuk sang pendekar muda tergopoh-gopoh menuju balairung padepokan. Sembari menghaturkan sembah dia kemudian menyampaikan kabar.

“Daulat, tuanku. Hamba hendak memberikan kabar”, sembahnya takzim. Matanya menunduk. Tidak berani memandang pemimpin padepokan.

“Ada apa, sang pendekar. Kabar apa yang hendak engkau sampaikan”, kata sang pemimpin padepokan heran.

“Daulat, tuanku. Para punggawa negeri Adipati mampu menangkis serangan dari negeri Air. Jurus dan mantranya ampuh. Serangan dari negeri air cuma sampai ke gerbang istana negeri sang Ratu. Tidak mampu menembus pertahanan para punggawa. Para punggawa mempunyai kesaktian untuk menangkisnya, tuanku”, katanya semakin tertekuk kepalanya. Khawatir kabar akan mengganggu suasana sang pemimpin padepokan yang sedang bersenang hati.

Sang pemimpin padepokan tertekun. Wajahnya mendadak lesu. “Sudah engkau pastikan, sang pangeran ?”, kata sang pemimpin padepokan menghalau rasa gundah hatinya.

“Daulat, tuanku. Hamba menyaksikan sendiri kesaktian para punggawa. Jurus dan mantra sakti luar biasa. Tendangan jingkangnya mampu memukul mundur serangan dari negeri Air, tuanku”, katanya lesu. Khawatir amarah pemimpin padepokan akan semakin meluap.

Sang pemimpin padepokan hanya terdiam. Tidak terdengar sepatah katapun. Kemudian dia keluar dari balairung menuju ke pertapaan. Kembali menyepi.

Suasana padepokanpun sunyi. Hanya terdengar jangkrik yang bersahut-sahutan. Menanda musim hujan akan tiba.  
Memoar
Memoar Catatan yang disampaikan adalah cerita yang bisa dibaca..